
Hal itu terungkap pada Seminar Penelusuran Kerabat Raja Bugis, Sulsel dengan raja-raja Johor-Riau-Selangor, Malaysia di Makassar, Rabu.
"Berdasarkan hasil penelusuran salasilah keturunan dan tinjauan arkeologi diketahui, 14 provinsi di Malaysia, sembilan diantaranya diperintah oleh raja yang bergelar datuk (dato`) atau sultan, sedang empat provinsi lainnya diperintah gabenor yang bukan raja," kata Prof Emeritus Dato` Dr Moh Yusoff bin Haji Hasyim, President Kolej Teknologi Islam Antarabangsa Melaka.
Menurut beliau, dari segi salasilah, sembilan raja yang memiliki hak autoriti dalam mengatur pemerintahannya itu, berasal dari komuniti Melayu-Bugis, Melayu-Johor dan Melayu-Minangkabau.
Sebagai contoh, pemangku Kerajaan Selangor pada ketika ini adalah keturunan dari Kerajaan Luwu, Sulsel.
Merujuk Lontar versi Luwu` di museum Batara Guru di Palopo dan kitab Negarakerjagama, menyebutkan tradisi `raja-raja Luwu` ada sejak abad ke-9 masihi dan seluruh masa pemerintahan kerajaan Luwu terdapat 38 raja.
Raja yang ke-26 dan ke-28 adalah Wetenrileleang berputrakan La Maddusila Karaeng Tanete, yang kemudian berputrikan Opu Wetenriborong Daeng Rilekke` yang kemudian bersuamikan Opu Daeng Kemboja.
"Dari hasil perkawinannya itu lahir lima orang putra, masing-masing Opu Daeng Parani, Opu Daeng Marewah, Opu Daeng Cella`, Opu Daeng Manambong dan Opu Daeng Kamase," paparnya sembari menambahkan, putra-putra inilah yang kemudian merantau ke Selangor dan menjadi cikal bakal keturunan raja-raja di Malaysia hingga saat ini.
Lebih jauh dijelaskan, dengan penelusuran sejarah dan salasilah keluarga itu, diharapkan dapat lebih mendekatakan hubungan antara kedua rumpun Melayu yakni Melayu Selangor dan Bugis.
Menurut Moh Jusoff, dari segi kedekatan emosional, salasilah dan generasi komuniti di Malaysia dan Indonesia tidak dapat dipisahkan. Mungkin saja belum boleh memasuki ke persoalan politik kerana arah politik Malaysia berbeza dengan politik Indonesia termasuk mengenai tata pemerintahan dan kemasyarakatannya.
Sementara itu, Andi Ima Kesuma,M.Hum, pakar kebudayaan dari Universitas Hasanuddin (Unhas) yang juga Kepala Museum Kota Makassar mengatakan, kekerabatan keturunan raja-raja di Malaysia dan raja-raja Bugis di Sulsel tertuang dalam Sure` Lagaligo maupun dalam literatur klasik lainnya.
"Hanya saja, gelaran yang dipakai di tanah Bugis tidak lagi digunakan di lokasi perantauan (Malaysia) karena sudah berasimilasi dengan situasi dan keadaan di lokasi yang baru," katanya.
Gelar Opu dan Karaeng yang lazim digunakan bagi keturunan raja raja Luwu dan Makassar tidak lagi dipakai di Malaysia melainkan sudah bergelar tengku, sultan atau dato.
No comments:
Post a Comment